Kamis, 16 Januari 2014

Kedung Umpal; Ekosistem Riparian Ciliwung dengan Aneka Spesies Tumbuhan

Kamis, Januari 16, 2014

Kedung Umpal; Ekosistem Riparian Ciliwung dengan Aneka Spesies Tumbuhan


Laporan Perjalanan M. Muslich

Puluhan pipa air menjalar di atas tanah di mulai dari hutan bambu menuju ke kelompok permukiman di perkampungan Kedung Umpal Desa Kedung Waringin Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor.  Air yang berasal dari sumber air Kedung Waringin Lebak digunakan oleh sekitar 45 rumahTitik lokasi sumber air tersebut persis di tebing sungai di bawah hutan bambu yang masih lebat. Hutan bambu tersebut menjadi bagian dari ekosistem riparian Sungai Ciliwung. Selain bambu, penutupan lahan di sempadan sungai berupa kebun campuran dan tegakan sengon.  Kebun jambu biji yang luas berada lebih jauh dari tepi CiIiwung setelah hutan bambu.

Jumat 10 Januari 2014, pukul 08.00 WIB , empat pegiat Ciliwung yaitu Muslich, Sudirman Asun, Alan A. Jaelani, dan Hasanuddin sudah berkumpul di warung Ulan. Warung Ulan adalah sebuah warung yang menjual hasil kebun seperti ketela dan ubi.  Warung kecil tersebut berada di tepi Jalan Raya Bojong Gede.  Kami cukup meminta ke supir angkot jurusan Bojong Gede-Bogor agar berhenti di warung Ulan.  Persis di depan warung ulan terdapat jalan yang cukup lebar untuk satu mobil.  Jalan tersebut merupakan akses yang cukup mudah menuju Sungai Ciliwung di Kampung Kedung Umpal.

Kami berempat mengawali langkah menuju Jembatan Kedung Umpal dengan candaan segar. Jembatan tersebut menghubungkan Desa Kedung Waringin di Kecamatan Bojong Gede dengan Desa Karadenan di Kecamatan Cibinong.  Sungai Ciliwung di wilayah tersebut dapat diakses dengan mobil sampai pada batas mulut jembatan. Selanjutnya, jembatan selebar 1 meter tersebut hanya bisa dilalui sepeda motor. Tujuan kami berkumpul pagi itu adalah untuk mengamati kekayaan spesies tumbuhan di sempadan sungai Ciliwung Kampung Kedung Umpal. 

Berdiri di jembatan Kedung Umpal menghadirkan pemandangan tersendiri Sungai Ciliwung pagi itu.  Di sisi selatan, tampak tiga orang ibu sedang mencuci baju.  Aliran sungai sedang surut dan air terlihat bening.  Tampak batu-batu sebesar kepalan orang dewasa memenuhi tepian sungai.  Sementara cadas sepanjang kurang lebih 60 meter tampak menyembul di tepian sungai.  Di sisi utara, rimbunan tetumbuhan menghiasi kanan  kiri sungai.  Tajuk bambu dan pepohonan yang menaungi pinggiran sungai menciptakan keteduhan.

Kami meneruskan langkah mendekati rimbunan vegetasi di sisi utara jembatan.  Tidak jauh dari jembatan, kami mendapati sebuah pulau di tengah sungai.  Pulau tersebut ditumbuhi rumput dan pisang.  Di tepian Ciliwung, kami mulai menyusun daftar spesies tumbuhan.  Kami mengukur petak pengamatan sepanjang kira-kira 50 meter dengan lebar 20 meter dari tepian sungai.  Di dalam petak tersebut teridentifikasi ada 43 spesies tumbuhan.  Spesies tersebut dapat dikelompokan dalam bentuk pohon, semak, bambu, dan tumbuhan bawah atau herba.  Kami mendapatkan 24 spesies pohon dalam petak tersebut.  Spesies pohon yang dapat ditemui misalnya dukuh, kokosan, mangga, rambutan, belimbing, asem belimbing, sukun, dan bacang.   Spesies pohon yang sudah langka yang ditemukan misalnya menteng, benda, buni, dan pulai.  Spesies yang dikelompokkan sebagai semak hanya ada dua yaitu salak dan kaliandra. Salak merupakan tumbuhan buah yang bentuk pertumbuhannya berumpun.  Sementara kaliandra merupakan tumbuhan berkayu yang pendek dengan percabangan yang banyak. 

 24 spesies pohon dalam petak dikelompokan dalam bentuk pohon, semak, bambu, dan tumbuhan bawah atau herba. 


Bambu yang dapat ditemui di lokasi tersebut ada empat spesies yaitu andong, ater, tali, dan ampel.  Bambu tersebut ada yang tumbuh di lereng badan sungai ada pula yang berada di sempadan sungai.  Menurut Hasanuddin, apapun jenis bambunya, bambu yang tumbuh di lereng sungai kualitasnya kalah dengan bambu yang tumbuh di sempadan sungai.  Maka sering kali bambu yang diambil di tebing sungai kulit batangnya tipis dan mudah pecah.  Hasanuddin dalam kesempatan tersebut memberikan penjelasan ciri-ciri bambu andong.  Hasanuddin menujukkan rumpun bambu andong surat yang tumbuh di sempadan.  Ciri fisik yang sangat kentara dari spesies bambu andng surat adalah tekstur batang bambu yang bergurat vertikal.  Dari segi daun memiliki permukaan yang halus dan lembek.  Ciri daun tersebut sangat bertolak belakang dengan daun bambu tali yang keras dan kaku.

Pada petak pengamatan seukuran kira-kira 2 m x 2 m, kami menyusun daftar spesies tumbuhan bawah atau herba.  Kami menemukan tiga belas spesies tumbuhan bawah.  Sebenarnya banyak sekali tumbuhan bawah yang ada di petak tersebut.  Sayangnya kami tidak dapat mengenalinya meskipun dalam bahasa lokal. Hasanuddin yang cukup banyak menguasai nama lokal spesies tumbuhan di wilayah ini juga kesulitan menentukan nama spesies tumbuhan bawah tersebut.

Gambar 1.  Komposisi spesies tumbuhan yang ditemukan di sempadan Ciliwung Kedung Umpal



 Spesies tumbuhan yang ditemukan memiliki berbagai nilai guna untuk masyarakat.  Kebanyakan spesies tumbuhan tersebut ditanam dengan sengaja.  Ada pula yang tubuh liar.  Ukuran dan tinggi pepohonan beragam.  Ada yang menjulang tinggi dan sudah berbuah. Ada pula semai-semai yang baru ditanam.  Tumbuhan di dalam petak pengamatan tersebut membentuk berbagai tingkatan pertumbuhan pohon (stratifikasi).  Kami mendaftar ada 23 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan buahnya.  Spesies tersebut misalnya dukuh, kokosan, nangka, menteng, coklat, kopi, belimbing, dan sukun.  Tanaman berkhasiat obat yang teridentifikasi ada 12 spesies.  Spesies tumbuhan berkhasiat obat umumnya merupakan tumbuhan bawah.  Spesies dengan nilai guna sebagai bahan pertukangan di antaranya empat spesies bambu dan pulai.  Masyarakat umumnya mengambil bambu di sekitar lokasi untuk berbagai keperluan rumah tangga.  Sementara itu, nilai guna spesies tumbuhan untuk pakan ternak, peneduh, dan kayu bakar berturut-turut adalah rumput gajah, loa, dan kaliandra.  Nilai guna masing-masing spesies tumbuhan mungkin ada yang lebih dari satu.  Pengamatan cepat ini hanya mengenali manfaat utama dari spesies tumbuhan yang ditemukan.

Gambar 2. Pemanfaatan aneka spesies tumbuhan oleh masyarakat lokal sekitar sempadan Sungai Ciliwing Kedung Umpal


          Pengamatan secara cepat dalam hitungan kurang dari dua jam ini telah menunjukkan bahwa sempadan sungai merupakan salah satu lokasi yang dapat dijadikan areal konservasi spesies tumbuhan tertentu.  Pemahaman dan pengenalan berbagai spesies sampai dengan nama latin, nama famili, dan informasi ekologi menjadi hal prioritas yang harus dilakukan.

Ekosistem riparian di kampung Kedung Umpal secara nyata memiliki fungsi perlindungan terhadap keberadaan sumber mata air untuk kebutuhan air bersih warga.


Keragaman spesies tumbuhan yang menyusun ekosistem riparian di Kampung Kedung Umpal telah menciptakan dan mempertahankan sembilan mata air. Hasanuddin menuturkan bahwa ada dua mata air yang sangat besar di sekitar wilayah tersebut yaitu mata air Kedung Waringin Lebak dan Nya Sara.  Mata air kedung Waringin Lebak merupakan sumber air untuk kebutuhan konsumsi dan sanitasi 45 rumah.  Air tersebut dialirkan melalui pipa-pipa kecil.  Sementara itu, Nyasara merupakan mata air yang paling besar.   Mata air ini digunakan oleh banyak orang kampung dan telah dibuat kolam-kolam penampungan.  Mata air ini secara terbatas juga dimanfaatkan untuk air minum isi ulang yang diangkut dengan sepeda motor ke permukiman terdekat. 

Ekosistem riparian di kampung Kedung Umpal secara nyata memiliki fungsi perlindungan terhadap keberadaan sembilan mata air.  Sayangnya, sampah menumpuk di sekitar mata air Nyasara.  Sampah tersebut dibuang baik di atas mapun di bawah mata air.  Meskipun mengalirkan air yang segar, lingkungan di sekitar mata air Nyasara terlihat kumuh.  Kedepan, Komunitas Ciliwung Bojong Gede bersama dengan pengurus RT dan RW setempat perlu mengadakan operasi bersih dengan memungut sampah dan menutup lokasi pembuangan sampah tersebut.  Hal ini perlu dilakukan demi keberlanjutan kelestarian sumber mata air.

Mata Air Nya Sara


                Acaman terhadap ekosistem riparian di Kampung Kedung Umpal bukannya tidak ada.  Status hak milik terhadap tanah-tanah di sempadan sungai di wilayah tersebut memiliki resiko untuk dikonversi menjadi bangunan.  Peluang untuk diubah menjadi komplek perumahan, seperti yang saat ini terjadi pula di Cilebut dan Pasir Gunung,  sangat mungkin terjadi.  Wilayah tersebut juga memiliki akses yang lumayan terbuka.  Jika ada kepedulian dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, ekosistem riparan di Kedung Umpal layak untuk segera dibebaskan agar mendapatkan perlindungan yang nyata.  Ekosistem tersebut dapat pula dikelola untuk tujuan positif bagi lingkungan dan ekosistem sungai sekaligus bernilai ekonomi.  Masih banyak ekosistem riparian yang memiliki kodisi  baik di sepanjang Ciliwung bagian tengah yang harus dipertahankan kelestariannya.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

 

© 2013 Ciliwung Institute. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top