Jumat, 02 November 2012

Ciliwung, oleh Asih Azzahra

Jumat, November 02, 2012


Apa yang akan kamu katakan jika kamu mendengar kata Ciliwung? Akan banyak pendapat mengenai apa itu ciliwung. Ciliwung dulu, sekarang dan ciliwung masa depan.

Ciliwung dulu ya ciliwung yang dulu pasti beda lah mah ciliwung sekarang (ye.. kalau gitu ane juga tau) Ciliwung dulu itu masih amat sangat bermanfaat ga kaya sekarang ini dulu Para serdadu Belanda dan masyarakat Batavia menggunakan air bersih yang mengalir di kali Ciliwung untuk kebutuhan rumah tangga. Bahwa dulu nona nona Belanda menggunakan perahu sambil menikmati keindahan ciliwung yang di sekitarnya terdapat banyak bebek atau angsa. Masa Batavia dulu, gedung kecil persegi delapan itu banyak membantu serdadu Kumpeni Belanda. Karena di situlah mengalir air bersih yg dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Tak cuma bagi serdadu Kompeni Belanda tapi juga dimanfaatkan minum bagi kuda-kuda serdadu usai mengadakan perjalanan jauh. Air tersebut disalurkan dari Kali Ciliwung lewat saluran yang dibuat di bawah tanah dari batu bata. Saluran ini dimulai di Pancoran Glodok. Nama yang kini masih dipakai untuk Glodok Pancoran Jakarta Barat.

Dari gedung kecil persegi delapan ini saluran air bersih kemudian diteruskan ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Kapal-kapal yang singgah di pelabuhan ini banyak memanfaatkan air untuk kebutuhan sebelum kapal berlayar berbulan-bulan untuk mengambil rempah-rempah. Bahkan kapal-kapal bukan milik Belanda pun memanfaatkan air dari gedung kecil persegi delapan ini. Tidak hanya itu, air di masa itu masih bersih dan bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari. Karena memang semasa Batavia dulu Kali Ciliwung adalah sumber bahan baku air bersih untuk kebutuhan masyarakat. Konon ceritanya, sejarah nama Glodok, berasal dari suara percikan air yang berada di gedung kecil persegi delapan tersebut. Bunyi airnya gerogok gerogok…
 Sehingga kemudian bunyi yang bersumber dari gedung kecil persegi delapan itu dieja penduduk pribumi sebagai Glodok. Entah benar atau tidak, yang pasti nama Glodok itu hingga kini tetap tersohor sebagai salah satu kawasan bisnis.

itulah sekelumit Ciliwung di masa dulu yang ane tau.. Terus bagaimana dengan Ciliwung sekarang? Tanda tanya besar untuk Ciliwung sekarang entah kita sebagai rakyat Jakarta yang tidak menghargai sejarah, apalagi merawatnya. Sehingga peninggalan benda-benda bersejarah yang dimiliki, nyaris terabaikan. Air kali Ciliwung yang dulu digunakan sebagai bahan baku air bersih bagi warga, kini hanya kenangan.
Sepanjang kali Ciliwung sudah dipenuhi sampah, hingga airnya berwarna hitam kecoklat-coklatan. Sehingga, melihatnya saja, sudah tidak ingin, apalagi menggunakannya.

Begitu juga gedung kecil persegi delapan yang saat ini  masih berdiri tapi kondisinya sangat berbeda jauh  dengan situasi aslinya. Kini, gedung kecil persegi delapan itu membisu. Ia tidak mengeluarkan air lagi. Malah, sebaliknya sering dijadikan tempat untuk membuang sampah.

Perilaku rakyat Jakarta lah (termaksud kita kali yah.. hehe) dituding menjadi penyebab terjadinya banjir atau genangan. Membuang sampah sembarangan sehingga drainase menjadi tersumbat memang merupakan pemandangan sehari-hari, terutama di wilayah-wilayah sepanjang bantaran Sungai Ciliwung. Curah hujan yang tinggi, penumpukan sampah, pendangkalan sungai, drainase buruk, dan minimnya tanah resapan, merupakan penyebab banjir di Jakarta yang sudah lama teridentifikasi. Pesatnya urbanisasi ke Jakarta menjadi salah satu faktor kondisi ini.

Tidak diperkirakan sebelumnya, dalam kurun waktu seratus tahun saja sungai-sungai di Jakarta telah mengalami penurunan kualitas sangat besar. Pada abad XIX, air sungai-sungai di Jakarta masih bening sehingga bisa digunakan untuk minum, mandi, dan mencuci pakaian.

Bahkan ratusan tahun yang lalu, Sungai Ciliwung banyak dipuji-puji pendatang asing. Disebutkan, pada abad 25 sampai 26 Ciliwung merupakan sebuah sungai indah, berair jernih dan bersih, mengalir di tengah kota. Hal ini sangat dirasakan para pedagang yang berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa. Ketika itu Ciliwung mampu menampung 10 buah kapal dagang dengan kapasitas sampai 100 ton, masuk dan berlabuh dengan aman di Sunda Kelapa. Kini jangankan kapal besar, kapal kecil saja sulit melayari Ciliwung karena baling-baling kapal hampir selalu tersangkut sampah.
Lanjut.. Semua yang telah terjadi dengan Sungai Ciliwung biarkan terjadi karena semua yang telah kita lakukan tak dapat tertarik kembali. Sama dengan Sungai Ciliwung yang ga akan bisa berfungsi seperti semula. Sekarang ini yang perlu di pikirkan adalah bagaimana menjadikan sungai ciliwung lebih baik lagi ke depannya dan bermanfaat bagi semua makhluk hidup.
Karna ciliwung itu ada untuk kita dimanfaatkan oleh kita dan kita juga yang harus menjaganya..

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

 

© 2013 Ciliwung Institute. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top