Siaran Pers - Konservasi Hulu Cai
Bogor, 22 Maret 2014. Masyarakat lokal di wilayah Puncak, Bogor diminta untuk lebih aktif turut serta dalam menjaga lingkungannya. Pernyataan ini diungkapkan para penggiat lingkungan diwilayah Puncak dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia. Kondisi terkini, masyarakat lokal Puncak telah mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih dari lingkungannya. Padahal hak atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih (termasuk air bersih) adalah Hak Asasi Manusia, dan hak ini telah dijamin konstitusi Indonesia, UUD 1945 pasal 33.
Peringatan Hari Air Sedunia dilaksanakan setiap tanggal 22 Maret. Hari Air Sedunia dicetuskan pertama kali saat digelar United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau Konferensi Bumi oleh PBB di Rio de Janeiro pada tahun 1992. Pada Sidang Umum PBB ke-47, tanggal 22 Desember 1992, ditetapkan Resolusi Nomor 147/1993 tentang Pelaksanaan Peringatan Hari Air se-Dunia, setiap tanggal 22 Maret.
Kawasan Puncak di Bogor selama ini telah ditetapkan sebagai kawasan lindung secara nasional melalui Perpres No. 54 /2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Pada PP No 26/ 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional disebutkan juga bahwa Jabodetabekpunjur telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). Hal ini ditenggarai karena pemerintah masih melihat bahwa kawasan tersebut berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi banyak wilayah dibawahnya, yang diperuntukan untuk pertanian, pemukiman, dan industri di Bogor, Depok, Jakarta dan Bekasi.
Pada saat ini secara lokal, banjir tidak hanya terjadi di wilayah hilir dan tengah dari sungai yang mengalir dari Puncak. Teja Kusumah dari kelompok puncak.org mengungkapkan bahwa, “Pada tahun 2014 ini beberapa rumah dan Villa di Desa Tugu Selatan dan Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Puncak, Bogor roboh diterjang banjir. Secara tidak langsung kejadian tersebut membantu pemerintah Bogor untuk membongkar villa”. Selanjutnya dijelaskan bahwa, “Pipa air hasil swadaya masyarakat lokal pun saat ini menjadi tulang punggung masyarakat untuk mendapatkan air bersih, karena masyarakat kesulitan untuk memanfaatkan air bersih secara langsung dari sungai di sekitarnya”.
Puncak merupakan salah satu daerah wisata favorit warga Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari ramainya pengunjung di setiap akhir pekan. Namun karena hal tersebut, daerah wisata ini setiap akhir pekannya turut andil dalam menyumbang sampah yang cukup besar, bahkan melebihi kapasitas.
Sudirman Asun dari Ciliwung Institute menyatakan, “Di sisi positif sektor Pariwisata memberi kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bogor, namun tidak diimbangi kompensasi untuk penanganan sampah yang dihasilkan sektor wisata”. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas yang minim untuk tempat pembuangan sampah dan minimnya daya pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertanaman (DKP). Pengangkutan sampah hanya dilakukan sekali seminggu dengan daya dukung 10 truk sampah. Selain itu sampah yang diambil hanya yang berada di jalur utama Jalan Raya Puncak. Sehingga sampah-sampah yang tidak tertangani dan terangkut oleh DKP akhirnya dibuang menumpuk di sudut kampong, pinggir jalan, di saluran air, di bawah jembatan dan jatuh mengalir ke aliran sungai sebagai titik permukaan terendah yang dapat menyumbat aliran dan mencemari kualitas air. Bila terus dibiarkan, akhirnya Puncak sebagai daerah tujuan wisata tidak lagi nyaman dan terkesan kumuh karena sampah berserakan dimana-mana dan akan semakin sepi karena lama-lama pengunjung akan meninggalkannya.
Hari Yanto dari Forest Watch Indonesia (FWI) mengatakan bahwa, “Tutupan hutan yang masih tersisa di DAS Ciliwung, sebagian besar berada di Kecamatan Megamendung dan Cisarua, dan hanya 2.500 ha yang tertutupi hutan”. Selain itu, dari DAS Ciliwung di Kawasan Puncak inilah satu-satunya DAS yang ada sebagai penyangga wilayah di bawahnya, termasuk Jakarta.
CATATAN UNTUK EDITOR:
KONTAK UNTUK WAWANCARA:
Teja Kusumah, Koordinator puncak.org
E-mail: save@puncak.org
Telepon: 085213154918
Sudirman Asun, Ketua Ciliwung Institute
E-mail: sudirmanasun@yahoo.com
Telepon: 02171140277 atau 081212125108
Hari Yanto, Staff Program Daerah tangkapan Air (DTA) FWI
E-mail: hari@fwi.or.id
Telepon: 08561235298
Untuk kebutuhan peta dan foto, silakan menghubungi:
Sudirman Asun
E-mail: sudirmanasun@yahoo.com
Telepon: 02171140277 atau 081212125108
Pembangunan Puncak Daerah Wisata Tidak Terarah Menjadi Kota Kumuh Tanpa Perencanaan Yang Jelas |
Bogor, 22 Maret 2014. Masyarakat lokal di wilayah Puncak, Bogor diminta untuk lebih aktif turut serta dalam menjaga lingkungannya. Pernyataan ini diungkapkan para penggiat lingkungan diwilayah Puncak dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia. Kondisi terkini, masyarakat lokal Puncak telah mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih dari lingkungannya. Padahal hak atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih (termasuk air bersih) adalah Hak Asasi Manusia, dan hak ini telah dijamin konstitusi Indonesia, UUD 1945 pasal 33.
Peringatan Hari Air Sedunia dilaksanakan setiap tanggal 22 Maret. Hari Air Sedunia dicetuskan pertama kali saat digelar United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau Konferensi Bumi oleh PBB di Rio de Janeiro pada tahun 1992. Pada Sidang Umum PBB ke-47, tanggal 22 Desember 1992, ditetapkan Resolusi Nomor 147/1993 tentang Pelaksanaan Peringatan Hari Air se-Dunia, setiap tanggal 22 Maret.
Kawasan Puncak di Bogor selama ini telah ditetapkan sebagai kawasan lindung secara nasional melalui Perpres No. 54 /2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Pada PP No 26/ 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional disebutkan juga bahwa Jabodetabekpunjur telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). Hal ini ditenggarai karena pemerintah masih melihat bahwa kawasan tersebut berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi banyak wilayah dibawahnya, yang diperuntukan untuk pertanian, pemukiman, dan industri di Bogor, Depok, Jakarta dan Bekasi.
Pada saat ini secara lokal, banjir tidak hanya terjadi di wilayah hilir dan tengah dari sungai yang mengalir dari Puncak. Teja Kusumah dari kelompok puncak.org mengungkapkan bahwa, “Pada tahun 2014 ini beberapa rumah dan Villa di Desa Tugu Selatan dan Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Puncak, Bogor roboh diterjang banjir. Secara tidak langsung kejadian tersebut membantu pemerintah Bogor untuk membongkar villa”. Selanjutnya dijelaskan bahwa, “Pipa air hasil swadaya masyarakat lokal pun saat ini menjadi tulang punggung masyarakat untuk mendapatkan air bersih, karena masyarakat kesulitan untuk memanfaatkan air bersih secara langsung dari sungai di sekitarnya”.
Puncak merupakan salah satu daerah wisata favorit warga Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari ramainya pengunjung di setiap akhir pekan. Namun karena hal tersebut, daerah wisata ini setiap akhir pekannya turut andil dalam menyumbang sampah yang cukup besar, bahkan melebihi kapasitas.
Sudirman Asun dari Ciliwung Institute menyatakan, “Di sisi positif sektor Pariwisata memberi kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bogor, namun tidak diimbangi kompensasi untuk penanganan sampah yang dihasilkan sektor wisata”. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas yang minim untuk tempat pembuangan sampah dan minimnya daya pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertanaman (DKP). Pengangkutan sampah hanya dilakukan sekali seminggu dengan daya dukung 10 truk sampah. Selain itu sampah yang diambil hanya yang berada di jalur utama Jalan Raya Puncak. Sehingga sampah-sampah yang tidak tertangani dan terangkut oleh DKP akhirnya dibuang menumpuk di sudut kampong, pinggir jalan, di saluran air, di bawah jembatan dan jatuh mengalir ke aliran sungai sebagai titik permukaan terendah yang dapat menyumbat aliran dan mencemari kualitas air. Bila terus dibiarkan, akhirnya Puncak sebagai daerah tujuan wisata tidak lagi nyaman dan terkesan kumuh karena sampah berserakan dimana-mana dan akan semakin sepi karena lama-lama pengunjung akan meninggalkannya.
Hari Yanto dari Forest Watch Indonesia (FWI) mengatakan bahwa, “Tutupan hutan yang masih tersisa di DAS Ciliwung, sebagian besar berada di Kecamatan Megamendung dan Cisarua, dan hanya 2.500 ha yang tertutupi hutan”. Selain itu, dari DAS Ciliwung di Kawasan Puncak inilah satu-satunya DAS yang ada sebagai penyangga wilayah di bawahnya, termasuk Jakarta.
CATATAN UNTUK EDITOR:
- puncak.org merupakan sekelompok masyarakat yang memiliki visi, misi, dan kepedulian terhadap lingkungan. Salah satu yang menjadi perhatian kami adalah alam di Kawasan Puncak sebagai kawasan penyangga ibu kota. Saat ini buffer zone tersebut sudah rusak dan berubah menjadi kota kumuh tanpa perencanaan. Fokus puncak.org saat ini adalah mencari solusi tentang sampah juga kampanye lingkungan tentang penanaman pohon bambu dan aren melalui Komunitas Ciliwung Puncak. Informasi lebih jauh tentang puncak.org bisa diakses melalui http://puncak.org.
- Ciliwung Institute (CI) merupakan forum kerja yang digagas untuk mewadahi kegiatan komunitas yang bergerak dalam upaya penyelamatan Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Lingkup kegiatannya mulai dari Puncak Kab. Bogor, Kota Bogor, Bojonggede Kab.Bogor, Depok hingga Jakarta. Forum yang dibangun dari beragam isu ini mencoba mengangkat potensi Ciliwung yang dilihat dan dilakukan dari berbagai sudut pandang. Keberagaman ini merupakan kekuatan Ciliwung Institute untuk mengemas kampanye penyelamatan Ciliwung yang disuarakan menjadi sederhana dan mudah diterima oleh berbagai kalangan. Informasi lebih jauh tentang CI bisa diakses di http://ciliwunginstitute.org.
- Ciliwung Institute berharap ke depan Puncak bisa diperbaiki dengan menerapkan Ecotourism yang ramah terhadap air dan daerah hijau yang asri. Zerowaste bisa dimulai diperkenalkan kepada warga maupun pelaku sektor wisata seperti pemilik hotel dan villa. Penanganan sampah bisa dilakukan mandiri dalam zona yang lebih kecil seperti setiap perkampungan, hotel dan villa mempunyai penangan sampah yang dihasilkan.
- Forest Watch Indonesia (FWI) merupakan jaringan pemantau hutan independen yang terdiri dari individu-individu dan organisasi-organisasi yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka sehingga dapat menjamin pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan. Organisasi ini berbasis di Bogor. Informasi lebih jauh mengenai organisasi ini dapat dijumpai pada website http://fwi.or.id.
- Dari enam Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Bogor yang menghilir ke Propinsi DKI Jakarta, hanya DAS Ciliwung yang memiliki tutupan hutan, itu pun hanya seluas 3.565 ha (12,22%). Secara total prosentase tutupan hutan dari enam buah DAS yang menghilir ke Propinsi DKI Jakarta hanya 4,30%, sangat kritis untuk menyangga Jakarta.
- DAS Ciliwung dengan luas total mencapai hampir 39.000 ha, dan 29.000 ha bagiannya ada di Kabupaten Bogor. Tutupan hutan berupa hamparan yang tersisa hanya 9,2%, terletak di bagian hulu, yaitu Kawasan Puncak. Sangat kecil dan masih akan mengecil. Pada periode tahun 2000-2009 tutupan hutan yang musnah di DAS Ciliwung mendekati 5.000 ha, sedikit lebih luas daripada Kota Sukabumi.
KONTAK UNTUK WAWANCARA:
Teja Kusumah, Koordinator puncak.org
E-mail: save@puncak.org
Telepon: 085213154918
Sudirman Asun, Ketua Ciliwung Institute
E-mail: sudirmanasun@yahoo.com
Telepon: 02171140277 atau 081212125108
Hari Yanto, Staff Program Daerah tangkapan Air (DTA) FWI
E-mail: hari@fwi.or.id
Telepon: 08561235298
Untuk kebutuhan peta dan foto, silakan menghubungi:
Sudirman Asun
E-mail: sudirmanasun@yahoo.com
Telepon: 02171140277 atau 081212125108
0 komentar:
Posting Komentar