Kedung Umpal; Ekosistem Riparian Ciliwung dengan Aneka Spesies Tumbuhan |
Laporan Perjalanan M. Muslich
Puluhan pipa air menjalar
di atas tanah di mulai dari hutan bambu menuju ke kelompok permukiman di perkampungan Kedung Umpal Desa Kedung Waringin Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor. Air yang berasal dari sumber air
Kedung Waringin Lebak digunakan oleh
sekitar 45 rumah.
Titik lokasi sumber air tersebut persis di tebing sungai
di bawah hutan bambu yang masih lebat. Hutan bambu tersebut menjadi bagian
dari ekosistem riparian Sungai Ciliwung. Selain
bambu, penutupan lahan di sempadan sungai berupa kebun campuran dan tegakan
sengon. Kebun jambu biji yang luas
berada lebih jauh dari tepi CiIiwung setelah hutan bambu.
Jumat
10 Januari 2014, pukul 08.00 WIB , empat
pegiat Ciliwung yaitu Muslich, Sudirman Asun, Alan A. Jaelani, dan Hasanuddin sudah berkumpul di warung Ulan. Warung Ulan adalah sebuah warung yang menjual hasil kebun seperti ketela dan ubi. Warung kecil tersebut berada di tepi Jalan Raya Bojong
Gede. Kami cukup meminta ke supir angkot jurusan
Bojong Gede-Bogor agar berhenti di warung Ulan.
Persis di depan warung ulan terdapat jalan yang cukup lebar untuk satu
mobil. Jalan tersebut merupakan akses
yang cukup mudah menuju Sungai Ciliwung di Kampung Kedung Umpal.
Kami berempat mengawali langkah menuju
Jembatan Kedung Umpal dengan candaan
segar.
Jembatan tersebut menghubungkan Desa Kedung
Waringin di Kecamatan Bojong Gede dengan
Desa Karadenan di Kecamatan Cibinong. Sungai
Ciliwung di wilayah tersebut dapat diakses dengan mobil sampai pada batas mulut
jembatan. Selanjutnya, jembatan selebar 1 meter tersebut hanya bisa dilalui
sepeda motor. Tujuan kami berkumpul pagi itu adalah untuk mengamati kekayaan
spesies tumbuhan di sempadan sungai Ciliwung Kampung
Kedung
Umpal.
Berdiri
di jembatan Kedung Umpal menghadirkan pemandangan tersendiri Sungai Ciliwung
pagi itu. Di sisi selatan, tampak tiga
orang ibu sedang mencuci baju. Aliran
sungai sedang surut dan air terlihat bening.
Tampak batu-batu sebesar kepalan orang dewasa memenuhi tepian
sungai. Sementara cadas sepanjang kurang
lebih 60 meter tampak menyembul di tepian sungai. Di sisi utara, rimbunan tetumbuhan menghiasi
kanan kiri sungai. Tajuk bambu dan pepohonan yang menaungi
pinggiran sungai menciptakan keteduhan.
Kami
meneruskan langkah mendekati rimbunan vegetasi di sisi utara jembatan. Tidak jauh dari jembatan, kami mendapati
sebuah pulau di tengah sungai. Pulau
tersebut ditumbuhi rumput dan pisang. Di
tepian Ciliwung, kami mulai menyusun daftar spesies tumbuhan. Kami mengukur petak pengamatan sepanjang
kira-kira 50 meter dengan lebar 20 meter dari tepian sungai. Di dalam petak tersebut teridentifikasi ada 43
spesies tumbuhan. Spesies tersebut dapat
dikelompokan dalam bentuk pohon, semak, bambu, dan tumbuhan bawah atau herba. Kami mendapatkan 24 spesies pohon dalam petak
tersebut. Spesies pohon yang dapat
ditemui misalnya dukuh, kokosan, mangga, rambutan, belimbing, asem belimbing,
sukun, dan bacang. Spesies pohon yang
sudah langka yang ditemukan misalnya menteng, benda, buni, dan pulai. Spesies yang dikelompokkan sebagai semak
hanya ada dua yaitu salak dan kaliandra. Salak merupakan tumbuhan buah yang
bentuk pertumbuhannya berumpun.
Sementara kaliandra merupakan tumbuhan berkayu yang pendek dengan
percabangan yang banyak.
24 spesies pohon dalam petak dikelompokan dalam bentuk pohon, semak, bambu, dan tumbuhan bawah atau herba. |
Bambu
yang dapat ditemui di lokasi tersebut ada empat spesies yaitu andong, ater, tali,
dan ampel. Bambu tersebut ada yang
tumbuh di lereng badan sungai ada pula yang berada di sempadan sungai. Menurut Hasanuddin, apapun jenis bambunya,
bambu yang tumbuh di lereng sungai kualitasnya kalah dengan bambu yang tumbuh
di sempadan sungai. Maka sering kali
bambu yang diambil di tebing sungai kulit batangnya tipis dan mudah pecah. Hasanuddin dalam kesempatan tersebut
memberikan penjelasan ciri-ciri bambu andong.
Hasanuddin menujukkan rumpun bambu andong surat yang tumbuh di sempadan. Ciri fisik yang sangat kentara dari spesies
bambu andng surat adalah tekstur batang bambu yang bergurat vertikal. Dari segi daun memiliki permukaan yang halus
dan lembek. Ciri daun tersebut sangat
bertolak belakang dengan daun bambu tali yang keras dan kaku.
Pada
petak pengamatan seukuran kira-kira 2 m x 2 m, kami menyusun daftar spesies
tumbuhan bawah atau herba. Kami
menemukan tiga belas spesies tumbuhan bawah.
Sebenarnya banyak sekali tumbuhan bawah yang ada di petak tersebut. Sayangnya kami tidak dapat mengenalinya meskipun
dalam bahasa lokal. Hasanuddin yang cukup banyak menguasai nama lokal spesies tumbuhan
di wilayah ini juga kesulitan menentukan nama spesies tumbuhan bawah tersebut.
Gambar 1. Komposisi spesies tumbuhan yang ditemukan di sempadan Ciliwung Kedung Umpal |
Spesies
tumbuhan yang ditemukan memiliki berbagai nilai guna untuk masyarakat. Kebanyakan spesies tumbuhan tersebut ditanam
dengan sengaja. Ada pula yang tubuh
liar. Ukuran dan tinggi pepohonan
beragam. Ada yang menjulang tinggi dan sudah
berbuah. Ada pula semai-semai yang baru ditanam. Tumbuhan di dalam petak pengamatan tersebut
membentuk berbagai tingkatan pertumbuhan pohon (stratifikasi). Kami mendaftar ada 23 spesies tumbuhan yang
dimanfaatkan buahnya. Spesies tersebut
misalnya dukuh, kokosan, nangka, menteng, coklat, kopi, belimbing, dan
sukun. Tanaman berkhasiat obat yang
teridentifikasi ada 12 spesies. Spesies tumbuhan
berkhasiat obat umumnya merupakan tumbuhan bawah. Spesies dengan nilai guna sebagai bahan
pertukangan di antaranya empat spesies bambu dan pulai. Masyarakat umumnya mengambil bambu di sekitar
lokasi untuk berbagai keperluan rumah tangga.
Sementara itu, nilai guna spesies tumbuhan untuk pakan ternak, peneduh,
dan kayu bakar berturut-turut adalah rumput gajah, loa, dan kaliandra. Nilai guna masing-masing spesies tumbuhan
mungkin ada yang lebih dari satu.
Pengamatan cepat ini hanya mengenali manfaat utama dari spesies tumbuhan
yang ditemukan.
Gambar 2. Pemanfaatan aneka spesies tumbuhan oleh masyarakat lokal sekitar sempadan Sungai Ciliwing Kedung Umpal |
Pengamatan
secara cepat dalam hitungan kurang dari dua jam ini telah menunjukkan bahwa
sempadan sungai merupakan salah satu lokasi yang dapat dijadikan areal
konservasi spesies tumbuhan tertentu.
Pemahaman dan pengenalan berbagai spesies sampai dengan nama latin, nama
famili, dan informasi ekologi menjadi hal prioritas yang harus dilakukan.
Ekosistem riparian di kampung Kedung Umpal secara nyata memiliki fungsi perlindungan terhadap keberadaan sumber mata air untuk kebutuhan air bersih warga. |
Keragaman
spesies tumbuhan yang menyusun ekosistem riparian di Kampung Kedung Umpal telah
menciptakan dan mempertahankan sembilan mata air. Hasanuddin menuturkan bahwa
ada dua mata air yang sangat besar di sekitar wilayah tersebut yaitu mata air Kedung
Waringin Lebak dan Nya Sara. Mata air
kedung Waringin Lebak merupakan sumber air untuk kebutuhan konsumsi dan
sanitasi 45 rumah. Air tersebut
dialirkan melalui pipa-pipa kecil.
Sementara itu, Nyasara merupakan mata air yang paling besar. Mata air ini digunakan oleh banyak orang
kampung dan telah dibuat kolam-kolam penampungan. Mata air ini secara terbatas juga dimanfaatkan
untuk air minum isi ulang yang diangkut dengan sepeda motor ke permukiman
terdekat.
Ekosistem
riparian di kampung Kedung Umpal secara nyata memiliki fungsi perlindungan
terhadap keberadaan sembilan mata air.
Sayangnya, sampah menumpuk di sekitar mata air Nyasara. Sampah tersebut dibuang baik di atas mapun di
bawah mata air. Meskipun mengalirkan air
yang segar, lingkungan di sekitar mata air Nyasara terlihat kumuh. Kedepan, Komunitas Ciliwung Bojong Gede
bersama dengan pengurus RT dan RW setempat perlu mengadakan operasi bersih
dengan memungut sampah dan menutup lokasi pembuangan sampah tersebut. Hal ini perlu dilakukan demi keberlanjutan
kelestarian sumber mata air.
Mata Air Nya Sara |
Acaman terhadap ekosistem riparian di Kampung Kedung
Umpal bukannya tidak ada. Status hak
milik terhadap tanah-tanah di sempadan sungai di wilayah tersebut memiliki
resiko untuk dikonversi menjadi bangunan.
Peluang untuk diubah menjadi komplek perumahan, seperti yang saat ini terjadi
pula di Cilebut dan Pasir Gunung, sangat
mungkin terjadi. Wilayah tersebut juga
memiliki akses yang lumayan terbuka.
Jika ada kepedulian dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, ekosistem
riparan di Kedung Umpal layak untuk segera dibebaskan agar mendapatkan
perlindungan yang nyata. Ekosistem tersebut
dapat pula dikelola untuk tujuan positif bagi lingkungan dan ekosistem sungai
sekaligus bernilai ekonomi. Masih banyak
ekosistem riparian yang memiliki kodisi
baik di sepanjang Ciliwung bagian tengah yang harus dipertahankan
kelestariannya.
0 komentar:
Posting Komentar