Ikan Soro (tor soro ) Ciliwung yang hidup di aliran deras dan sensitive terhadap pencemaran (foto : Maki, Nelayan Kaki Langit / Komunitas Ciliwung Puncak) |
Saatnya memasuki musim kemarau, Ciliwung rawan praktek penangkapan ikan dengan cara racun , potassium/ putas dan setrum ikan.
Kondisi debit air Sungai Ciliwung yang menyusut drastis memudahkan kelompok kecil oknum tidak bertanggung jawab rutin melakukan kebiasaan mengambil ikan di sungai dengan cara menumpahkan racun ikan ke dalam aliran sungai yang menyebabkan ikan mabuk sampai kematian ikan massal dari mulai ikan besar, ikan kecil sampai ke telur telur di dasar sungai yang siap menetas.
Praktek pengambilan ikan sungai dengan cara seperti ini yang tidak ramah lingkungan tentu dalam jangka panjang akan merusak ekosistem sungai secara permanen, karena ikan tidak sempat berbiak dan beregenerasi sehingga mengancam pemanfaatan sumber daya alam sungai yang berkelanjutan, apalagi mengingat bahwa Sungai Ciliwung juga merupakan sumber air untuk masyarakat pinggir sungai dan aliran Ciliwung juga pemasok sumber air baku pengolahan PDAM yang melayani jutaan pelanggan air bersih Kota Bogor dan Depok (setidaknya tercatat 4 titik Intake PDAM di aliran Ciliwung yaitu Kedung Halang Kota Bogor, PDAM Ciliwung Cibinong dan 2 intake PDAM Kota Depok yaitu Jl. Raya Citayam dan Ciliwung Legog Sukmajaya .
Karena dilakukan oleh orang dalam jumlah banyak dan gampangnya mendapatkan ikan dalam jumlah besar disertai kurangnya edukasi dan sosialisasi tentang bahaya illegal fishing ini, praktek putas ikan seperti membudaya selama puluhan tahun. Di beberapa tempat aliran Ciliwung, malah pengadaan dana (cukup mahal sekitar Rp. 200.000/kg yang dijual bebas, diperlukan setidaknya 10 kg potassium yang dilarutkan ke dalam jirigen air untuk sekali putas) untuk membeli racun potassium dibeli patungan, seperti acara arisan di sungai maupun dimodali oleh tokoh masyarakat dengan tujuan politis tertentu menyenangkan masyarakat/tim sukses untuk memilih dia sebagai Kepala Desa ataupun pemilihan Ketua RW setempat.
Hasil riset ikan Komunitas Peduli Ciliwung Bogor di 18 titik pengamatan sepanjang Sungai Ciliwung , ikan lokal yang terdata hanya tersisa sekitar 20 jenis ikan lokal dari 33 sampel ikan yang didapati di Sungai Ciliwung. Informasi dari wawancara masyarakat sekitar sungai dan data penilitian Biologi LIPI setidaknya dulu didapati ikan lokal asli Ciliwung sebanyak 187 jenis ikan, hal ini menjadi indikator bahwa kesehatan ekosistem perairan Ciliwung menurun drastis dan semakin terancam kelangsungannya.
Selamatkan Yang Tersisa..!
Beberapa Jenis spesies ikan yang tersisa bertahan di Ciliwung makin terancam keberadaanya antara lain senggal (Hemibagrus cf. nemurus), soro (Tor soro), beunteur (Puntius binotatus), paray (Rasbora aprotaenia), berot (Macrognathus maculatus), betok (Anabas testudineus), bogo (Channa striata), hampal (Hampala macrolepidota), hingga ikan lubang (Anguila bicolor).
Keberadaan jenis ikan yang tersisa ini patut kita pertahankan dan ditingkatkan sebagai salah satu bagian dari usaha pemulihan sungai. Potensi ikan Ciliwung sebagai Keanekaragaman Hayati Ciliwung, ketahanan pangan dan sumber protein bagi masyarakat dan manfaat ekonomi sebagai ikan konsumsi dan ikan hias air tawar.
Kesadaran masyarakat untuk ikut bertanggung jawab memelihara lingkungan perairan sungai perlu digalakan melalui sosialisasi dan pendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat umum seperti akademisi maupun komunitas sungai. Perlu adanya suatu sistem perlindungan atau suaka ikan untuk memelihara keberlangsungan hidup , sungai yang sehat bagi satu ekosistem sungai.
Suaka Perlindungan Ikan
Banyak cara yang bisa diberlakukan untuk suatu suaka perlindungan ikan, memang penerapannya perlu kesepakatan bersama dan kesadaran lingkungan oleh warga yang hanya bisa dilakukan dengan pendekatan dan penyadaran yang intens.
Di beberapa sungai di Indonesia suaka ikan dilakukan oleh masyarakat dengan pengaturan sistem pemanfaataan pengambilan ikan oleh kearifan lokal / adat seperti Lubuk Larangan di Sumatera , maupun suaka ikan yang dilakukan di Kali Surabaya dan Sungai Brantas di jawa Timur dengan pengaturan zona pemanfaatan dan aturan pengambilan ikan berdasarkan musim siklus hidup ikan.
Lubuk larangan hanya memperbolehkan pengambilan ikan di beberapa titik sungai selama 1 tahun sekali dan event ini dijadikan objek wisata dan penambahan pendapatan kas desa karena peserta yang ikut memanen ikan harus berkontribusi membayar jumlah tetentu yang tentunya terjangkau oleh masyarakat.
Sedangkan suaka ikan yang diberlakukan di Kali Surbaya maupun Sungai Brantas dengan membuat aturan perlarangan pengambilan ikan pada waktu dan tempat tertentu berdasarkan waktu musim memijah ikan(bertelur) dan tempat tempat yang diperkirakan merupakan tempat favorit ikan untuk meletakan telurnya (pengaturan berdasarkan zonasi dan musim siklus hidup ikan).
Pengelolaan pemanfaatan ikan terbatas ini tentunya dilakukan dengan tujuaan untuk menjaga keberlangsungan hidup ikan, member jeda waktu penangkapan ikan supaya ikan mempunya kesempatan untuk besar berkembang biak dan beregenerasi sehingga jumlahnya tetap terjaga.
Bagaimana dengan Pemulihan Sungai Ciliwung?
Pemulihan sungai di beberapa negara lain, keberhasilannya pemulihan ekosistem sungai di tandai dengan kembalinya spesies-spesies yang dulu pernah hilang termasuk jenis ikan, satu persatu kembali ada dan bertambah.
Dan bagaimana dengan Sungai Ciliwung kita, darimana kita harus memulai…?
Selamatkan Yang Tersisa..!
0 komentar:
Posting Komentar